A.
Tindak
Pidana Kesusilaan
1.
Pengertian
Tindak Pidana
Pengertian tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan
istilah stratbaar feit dan dalam
kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan
pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah
peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana
merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu
hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri
tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang
abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana,
sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan
ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai
sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.[1])
Pengertian tindak pidana menurut Moeljatno yakni
perbuatan pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barang siapa melanggar larangan tersebut.[2])
Pengertian dari tindak pidana yang dimaksud adalah bahwa
perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang
tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang
oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut
ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan
kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut.
Dalam hal ini maka terhadap setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang
berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang tersebut sebagai pelaku
perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan tetapi haruslah diingat bahwa
aturan larangan dan ancaman mempunyai hubungan yang erat, oleh karenanya antara
kejadian dengan orang yang menimbulkan
kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula. Sehubungan dengan hal
pengertian tindak pidana ini Bambang Poernomo berpendapat bahwa perumusan
mengenai perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun maka, perbuatan
pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan
diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.[3])
Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan
hukum pidana” dimaksudkan akan memenuhi
keadaan hukum di Indonesia yang masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis
maupun hukum yang tidak tertulis, Bambang Poernomo juga berpendapat mengenai
kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat
perbuatan terlarang dengan diancam pidana.[4])
Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana,
perbuatan pidana, maupun peristiwa hukum dan sebagainya itu adalah untuk
mengalihkan bahasa dari istilah asing stafbaar feit namun belum jelas apakah
disamping mengalihkan bahasa dari istilah sratfbaar feit dimaksudkan untuk
mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh karena sebagian besar kalangan
ahli hukum belum jelas dan terperinci menerangkan pengertian istilah, ataukah
sekedar mengalihkan bahasanya, hal ini yang merupakan pokok perbedaan
pandangan, selain itu juga ditengan-tengan masyarakat juga dikenal istilah
kejahatan yang menunjukan pengertian perbuatan melanggar morma dengan mendapat
reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar dijatuhi pidana.[5])
Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok
dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas
dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya,
tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu
mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas Principle of legality asas yang
menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini
lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai nullum
delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal dari von feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini
dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu:
a. Tidak
ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
b. Untuk
menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
c. Aturan-aturan
hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu
kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan.
Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang
menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan bahwa
kesengajaan dolus dan kealpaan culpa adalah bentuk-bentuk kesalahan
sedangkan istilah dari pengertian kesalahan schuld
yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang
tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum sehingga
atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawabkan segala bentuk
tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan bilamana telah
terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang telah dilakukan
oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan
pasal yang mengaturnya.[6])
1.
Unsur-unsur
Tindak Pidana
Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam
unsur unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita
jumpai adalah disebutkan sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan itu
seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang.
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke
dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang
melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan
termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya, sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur
yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan
mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan.[1])
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu
adalah:
a.
Kesengajaan
atau ketidaksengajaan dolus atau Culpa;
b.
Maksud
atau Voornemen pada suatu percobaan
atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1)
KUHP;
c.
Macam-macam
maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
d.
Merencanakan
terlebih dahulu atau voorbedachte
raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340
KUHP;
e.
Perasaan takut yang antara lain terdapat di
dalam rumusan tindak pidana menurut
Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif
dari sutau tindak pidana itu adalah:
a.
Sifat
melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid
b.
Kwalitas
dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam
kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau
komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398
KUHP.
c.
Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak
pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
Menurut Simons
unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :[2])
a.
Diancam dengan pidana oleh hukum
b.
Bertentangan dengan hukum
c.
Dilakukan oleh orang yang bersalah
d.
Orang itu dipandang bertanggung jawab atas
perbuatannya
3.
Pengertian
Tindakan Asusila
Sebelum membahas
pengertian delik kesusilaan, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai
norma kesusilaan yang menjadi salah satu dasar bertingkah laku dalam
masyarakat. Norma kesusilaan adalah ketentuan-ketentuan bertingkah laku dalam
hubungan antar sesama manusia yang dalam banyak hal didasarkan kepada “kata
hati nurani”. Tegasnya, norma kesusilaan
adalah ketentuan-ketentuan tentang tingkah laku yang baik dan yang jahat.Kesusilaan
dalam arti luas, bukan hanya menyangkut soal kebirahian atau sex saja, akan
tetapi meliputi semua kebiasaan hidup yang pantas dan berakhal dalam suatu
kelompok masyarakat (tertentu) yang sesuai dengan sifat-sifat dari masyarakat
yang bersangkutan. Norma kesusilaan tidak hanya terbatas bagi orang-orang yang
memeluk sesuatu agama tertentu saja, melainkan juga bagi mereka yang tidak
mengakui sesuatu agama. Orang terdorong untuk mentaati norma-norma kesusilaan,
karena keinginannya untuk hidup bermasyarakat tanpa semata-mata karena paksaan
rohaniah atau jasmaniah. Norma kesusilaan dalam masyarakat tidak hanya mengatur
tingkah laku manusia saja, tetapi terdapat sanksi apabila melanggar. Dalam KUHP, perbuatan yang tergolong melanggar
norma kesusilaan disebut sebagai kejahatan terhadap kesusilaan atau delik
kesusilaan. Delik susila menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti tindak
pidana berupa pelanggaran susila.Pelanggaran susila dalam pengertian disini
adalah suatu tindakan yang melanggar kesusilaan yang jenis dan bentuk-bentuk
pelanggaranya juga sanksinya telah diatur dalam KUHP
.
Ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam KUHP tersebut dengan sengaja telah dibentuk
oleh pembentuk undang-undang dengan maksud untuk memberikan perlindungan bagi
orang-orang yang dipandang perlu untuk mendapatkan perlindungan terhadap
tindakan-tindakan asusila atau ontuchte
handelingen dan terhadap perilaku-perilaku baik dalam bentuk kata-kata
maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang menyinggung rasa susila karena
bertentangan dengan pandangan orang tentang kepatutan-kepatutan di bidang
kehidupan seksual, baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat dimana
kata-kata itu telah diucapkan atau dimana perbuatan itu telah dilakukan, maupun
ditinjau dari segi kebiasaan masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan
seksual mereka. [3])
Kejahatan
terhadap kesusilaan meskipun jumlahnya relatif tidak banyak jika dibandingkan
dengan kejahatan terhadap harta benda (kekayaan) namun sejak dahulu sampai
sekarang sering menimbulkan kekhawatiran, khususnya para orang tua. Delik
kesusilaan menurut D.Simons orang yang telah kawin yang melakukan perzinahan
dengan orang yang telah kawin pula, tidak dapat dihukum sebagai turut melakukan
dalam perzinahan yang dilakukan oleh orang yang tersebut terakhir. Delik
kesusilaan diatur dalam Bab XIV buku II KUHP
dengan judul “kejahatan terhadap kesusilaan” yang dimulai dengan pasal 281 KUHP
sampai dengan Pasal 297 KUHP.
4.
Tindak
Pidana Kesusilaan Menurut KUHP
Seseorang tidak dapat
dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila salah satu unsur tindak pidana
yang didakwakan kepada orang tersebut tidak dapat dibuktikan. Sebab tidak
terpenuhinya salah satu unsur tindak pidana tersebut membawa konsekuensi
dakwaan atas tindak pidana tersebut tidak terbukti. Sekalipun demikian, batasan
normatif tersebut dalam perkembangannya mengalami pergeseran, dimana sangat
dimungkinkan orang tetap dapat dipersalahkan melakukan suatu tindak pidana
berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sekalipun perbuatan
tersebut tidak secara tegas diatur di dalam perangkat normatif atau
undang-undang. Sesuai dengan letaknya didalam rumusan ketentuan pidna yang
diatur dalam Pasal 296 KUHP, kesengajaan pelaku itu harus ditunjukan pada
perbuatan-perbuatan memudahkan dilakukannya tindakan-tindakan melanggar
kesusilaan oleh orang lain dengan pihak ketiga, dan membuat kesengajaan
tersebut sebagai mata pencaharian atau sebagai kebiasaan. Menurut Hoge Raad
harus dipandang sebagai perbuatan memudahkan dilakukannya suatu tindakan
melanggar kesusilaan yakni perbuatan menyewakan kamar untuk memberikan
kesempatan kepada orang lain melakukan suatu tindakan melanggar kesusilaan
dengan orang ketiga. Bertolak dari berbagai tuntutan normatif tersebut di atas,
pemahaman terhadap unsur-unsur tindak pidana merupakan kebutuhan yang sangat
mendasar berkaitan dengan penerapan hukum pidana materiil. [4])
[1]) P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum PidanaIndonesia; Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,
1997, hlm. 193
[3]) http://kekegpw.blogspot.com/2009/08/pertanggungjawaban-tindak-pidana.html
, diakses pada tanggal 10 mei 2013
[4])
http://kekegpw.blogspot.com/2009/08/pertanggungjawaban-tindak-pidana.html,
diakses tanggal 10 mei 2013
[3]) Poernomo, Bambang. Asas-asas
Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, hlm.130. Google.com diakses pada 10 mei 2013
0 komentar:
Posting Komentar