rss

Sabtu, 21 Desember 2013

PROSTIUSI TERSELUBUNG DI KOTA BANDUNG



1.      Pengertian Prostitusi
Pelacuran atau prostitusi menurut asal katanya, yaitu bahasa Latin, Pro-stituare atau Pro-Stauree, yang artinya membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, pencabulan, pergendakan. Sedangkan Prositue adalah pelacur atau sundal dikenal juga sebagai WTS (Wanita Tuna Susila). Prostitusi adalah bentuk penyimpangan sosial, dengan pola organisasi implus/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk dalam bentuk pelampiasan nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (promiskuitas), inpersonal tanpa apeksi sifatnya sedangkan pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (pensundalan dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks dengan imbalan pembayaran.[1])
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah-hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan, pelacuran.[2] Apabila mengaitkan dengan keberadaan tempat hiburan karaoke di Bandung yang menyediakan jasa Pemandu Lagu yang diduga adanya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 281 dan 296 KUHP serta PERDA K3 Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005, maka tempat ini merupakan media baru bagi para pelaku seks terselubung dan tempat pelacuran, dan tanpa disadari ini semakin berkembang dari daya minat pelakunya, dan lama kelamaan dapat merusak moral generasi muda.


2.      Sudut Pandang Terhadap Prostitusi
Pada masa lalu, prostitusi mempunyai hubungan dengan penyembahan dewa-dewa dan upacara-upacara keagamaan tertentu. Di babilonia praktek prostitusi dipaksakan kepada banyak wanita untuk menghormati Dewi Mylitta. Di india, upacara keagamaan yang dikaitkan dengan praktek praktek prostitusi, sampai sekarangpun masih ada.[3])
Norma agama pada umumnya juga melarang prostitusi. Dalam hukum Islam, Surat Al-Isra ayat 32 dikatakan : “Dan janganlah kamu sekali sekali melakukan perzinahan, sesungguhnya perzinahan itu merupakan suatu perbuatan yang keji, tidak sopan dan jalan yang buruk”. Sebab perzinahan yaitu persetubuhan antara laki-laki dan perempuan diluar perkawinan itu melanggar kesopaan, merusak keturunan, menyebabkan penyakit kotor, menimbulkan persengketaan, ketidak rukunan dalam keluarga dan malapetaka lainnya.[4])
Masalah prostitusi dan seks bebas merupakan salah satu ekspresi sosialitas dapat dilakukan dengan atau tanpa cinta, dan sebaliknya cintapun tidak harus diekspresikan melalui hubungan seks belaka. Ada banyak cara lain mengekspresikan cinta sebagaimana ada banyak motivasi kenapa seseorang menyetubuhi seseorang. Hanya saja, sebuah hubungan seks yang dibarengi cinta barangkali adalah idealitas dari konsep keluruhan martabat manusia dalam perilaku seksualnya, dalam sosialisasi kelaminya. Dalam hubungan seks yang tidak melibatkan cinta, seks mungkin cenderung sangat naluriah dan kurang melibatkan kompleksitas perasaan para pelakunya meski untuk soal kenikmatan, mungkin saja tidak ada bedanya antara hubungan seks yang disertai cinta dengan yang tidak. Tapi korelasi keduanya dalam sosialitas kelamin memang sangat mungkin juga menimbulkan hubungan kausalitas. Interaksi kelmin adalah bentuk komunikasi universal yang mampu menjembatani segala kendala bahasa dalam hubungan antar manusia.[5])
Pada dasarnya semua ajaran agama melarang pelacuran dalam bentuk apapun, bagaimanapun bentuknya. Para pelacur dikecam dan dikutuk masyarakat. Karena tingkah lakunya nya yang dianggap melanggar nilai nilai moral.

3.   Fenomena Sosial Penyebab Terjadinya Prostitusi Terselubung
Walaupun di Indonesia tidak ada undang-undang yang melarang praktik prostitusi, ada beberapa peraturan perundangan dan regulasi pemerintah yang menyentuh aktivitas seksual atas dasar kesepakatan bersama, atau lebih populer disebut seks komersial. Pemerintah daerah memiliki peraturan daerah yang melarang pendirian lokalisasi. Dengan dasar hukum ini, aktivitas seksual atas dasar kesepakatan bersama di antara dua orang atau lebih dalam sebuah tempat yang bersifat pribadi atau  dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal.
Definisi ini sebenarnya sudah ketinggalan zaman. Ketentuan yang didasarkan pada definisi ini seharusnya sudah dieliminasi. Berdasarkan prinsip universal tentang hak asasi manusia, sebenarnya setiap orang dewasa memiliki hak melakukan apa saja yang dianggap “menyenangkan” bagi badan mereka. Meski demikian, sebagai bangsa yang “bermoral” dan “beragama”, perlulah kita memiliki upaya mengatasi masalah prostitusi.
Langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mengubah pandangan orang tentang kegiatan seksual dengan cara menggeser paradigma prostitusi sebagai “perbuatan asosial” kepada kesenangan seksual (sexual pleasure). Kita tidak perlu menyentuh isu seks komersialnya karena berkaitan dengan kesenangan seksual.
Fakta lain adalah produk yang berhubungan dengan seks dapat ditemukan di mana saja dan bahwa sebagian besar orang dapat melihat produk tersebut. Jika hukum memandang aktivitas ini, yang melibatkan banyak orang, sebagai ilegal, berarti hukum ketinggalan zaman dan harus diubah dan diperbarui. Indonesia sangat mungkin melakukan penataan terhadap prostitusi.
Pemerintah dapat memberikan lisensi bisnis kepada prostitusi dan menjamin mereka yang menjajakan seks untuk memperoleh pemeriksaan kesehatan fisik dan nonfisik sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Belanda. Kewajiban pemerintah adalah memberikan pelayanan kesehatan dan sosial kepada penjaja seks agar mereka terhindar dari konsekuensi keterlibatan mereka dalam kegiatan seks komersial. Tumbuh suburnya praktik prostitusi di kota-kota besar di Indonesia merupakan bukti bahwa paradigma kesenangan seksual sadar atau tidak diakui keberadaannya oleh masyarakat. Langkah kedua yang penting dipertimbangkan untuk dilakukan pemerintah adalah liberalisasi seks komersial tersebut.[6])
Berlangsungnya perubahan sosial yang sangat cepat dan perkembangan yang sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmonisasi, konflik eksternal dan interna, juga disorganisasi dalam  masyarakat dan diri pribadi. Fenomena tersebut memudahkan individu menggunakan pola reaksi yang menyimpang dari pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola prostitusi untuk mempertahankan hidup di tengah hiruk pikuk pembangunan.[7])
Beberapa fenomena sosial penyebab prostitusi antara lain adalah:[8])
a.  Tidak adanya undang undang yang melarang prostitusi, juga tidak ada larangan terhadap orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau diluar pernikahan. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman adalah praktek germo (Pasal 296 KUHP) dan mucikari (Pasal 503 KUHP).
b.  Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan.
c.   Komersialiasi dari seks, baik dari pihak wanita maupun para germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersial diluar perkawinan.
d.  Dekadensi moral, merosotnya norma norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup.
e.  Semakin besarnya penghinaan orang  terhadap kaum wanita dan harkat manusia
f.              Ekonomi Iessez-faire menyebabkan timbulnya system “jual dan permintaan” yang diterapkan pula pada relasi seks.


4.  Motif Motif Yang Melatarbelakangi Prostitusi
Ada banyak motif yang melatarbelakangi timbulnya prostitusi, termasuk tempat karaoke penyedia jasa pemandu lagu yang diduga adanya prostitusi terselubung di Bandung. Diantaranya:[9])
a.  Adanya kecenderungan untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui “jalan pintas”. Kurang perhatian, kurang pendidikan, sehingga menghalalkan prostitusi.
b.  Ada nafsu seks yang abnormal.
c.  Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan hidupya, khususnya mendapatkan status sosial yang lebig baik.
d.  Aspirasi materil yang tinggi dan kesenangan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah, dan ingin hidup mewah.
e.  Konpensasi terhadap perasaan-perasaan interior, jadi ada adjustment yang negative, terutama terjadi pad mas puberadn adolesens.
f.   Gadis-gadis dari daerah perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan lingkungan yang immori.
g.  Oleh bujuk rayu para kaum laki-laki dan para calo yang menjanjikan dengan gaji yang tinggi.
h.  Disorganisasi dari kehidupan keluargam broken home.
i.    Adanya ambisi ambisi untuk mendapatkan status sosial.


[1]) Laden Marpaung, Op cit, hlm. 33
[2]) Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm.703
[3]) Kartini kartono, Op Cit, hlm. 202
[4]) Laden Marpaung, Op Cit, hlm. 4.
[5]) FX, Rudi Gunawan, Op Cit, hlm 63
[7]) Kartini Kartono,  Op Cit, hlm 231.
[8]) Ibid,232-234
[9])  Ibid, hlm 234-237

0 komentar:


Posting Komentar

IKLAN BARIS GAMBAR

iklan tengah


AGOTAX

iklan

PASANG IKLAN DISINI
PASANG IKLAN DISI MASIH KOSONG

kode backlink vajar agotax blogspot

vajar agotax blogspot

pagerank

vajar agotax blogspot Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net SEO Stats powered by MyPagerank.Net http://www.freesearchenginesubmission.infopour les details cliquez ici

alexa