Tempat
Karaoke adalah suatu usaha komersial yang menyediakan fasilitas tarik suara
yang mengandung unsur hiburan, rekreasi, dan penyediaan jasa lainya seperti
makanan dan minuman. Dalam perkembangannya sejumlah tempat karaoke di Kota
Bandung telah disalahgunakan keberadaannya oleh pengelola dan semua yang
terkait didalamnya yang menjadikan tempat tersebut media prostitusi
terselubung. Aturan terhadap perbuatan tersebut jelas dalam KUHP khususnya
Pasal 296 dan 281 KUHP serta Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 tahun 2005.
Kejahatan
kesusilaan yang terjadi di tempat Karaoke yang pada prakteknya terjadi
prostitusi belum diatur khusus dalam suatu perundang-undangan, sehingga menimbulkan
kesulitan dalam menerapkan sanksi di dalam KUHP. Kesulitan ini muncul tidak
hanya secara teoritis tetapi juga dalam segi praktis, aparat penegak hukum
kesulitan menentukan pasal dari KUHP yang hendak dipergunakan serta kepada siapa hal tersebut dijatuhkan, apakah
terhadap “germo/mami” atau terhadapt sipelaku ataukah terhadap pemilik tempat
Karaoke yang bersangkutan, mengingat keberadaan tempat Karaoke yang menyediakan
jasa Pemandu Lagu selalu termanage dengan
baik oleh oknum tertentu. Hasil penelitian menjunjukan bahwa tempat karaoke di
Kota Bandung yang menyediakan Pemandu Lagu seringkali menjadi ajang prostitusi,
penerapan Pasal 296 dan 281 yang mengaturpun tidak efektif dan selalu terhambat
dalam penegakannya, begitupun dengan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2005 juga
tidak efektif jika pengelola terbukti melanggar hal tersebut. Kota Bandung juga
menerima Pendapatan Asli Daerah yang cukup besar pertahun dari pajak tempat
karaoke yang ada di Kota Bandung.
Kata
Kunci : Prostitusi terselebung di tempat karaoke di bandung
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Istilah
Kesusilaan sudah tidak asing lagi dimata masyarakat khususnya bagi masyarakat perkotaan. Muncul juga berbagai
penafsiran di masyarakat tentang istilah kesusilaan, hal ini mengakibatkan pro dan
kontra terhadap istilah kesusilaan itu sendiri. hal itu diakibatkan karena
fenomena yang menganggap bahwa adanya suatu perbedaan nilai yang dianggap
janggal atau sulit diterima oleh masyarakat tertentu. [1])
Bagi masyarakat
pedesaan, istilah kesusilaan tidak menjadi sorotan utama, karena sebagian besar
masyarakatnya memandang moralitas sebagai etika serta adat istiadat adalah suatu
yang harus dijunjung tinggi, tapi bagi masyarakat kota seperti Bandung, masalah
kesusilaan itu sudah kompleks. Kesusilaan bukan hanya dipandang dari segi
moralitas, etika dan adat istiadat saja, tetapi lebih luas lagi. Salah satu
fenomena yang sangat mencolok adalah hadirnya tempat hiburan karaoke dengan jasa
pemandu lagu atau yang disingkat dengan istilah “PL” yang berujung pada sex
terselubung dan hamper tersebar di setiap sudut kota Bandung.
Perkembangannya
tempat hiburan sebagian telah disalahgunakan oleh pengelola tempat hiburan
menjadi menyedia jasa sex terselubung, dan data yang ditemukan,
ternyata tempat karaoke yang hadir dengan jasa PL berujung pada prostitusi
terselubung ini jumlahnya melebihi tempat porstitusi yang terang terangan
seperti “Saritem” tempat
karaoke di Bandung jumlahnya banyak, tetapi yang tidak menyediakan Pemandu Lagu
hanya 10-20 %, sisanya menyediakan jasa Pemandu Lagu.
Maraknya pelayanan
jasa PL di Tempat Karaoke di Kota
Bandung sebagai akibat kompleksitas kebutuhan manusia, sementara lahan
pekerjaan yang tersedia terbatas, mengakibatkan beberapa orang melakukan cara
cara diatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam memandu lagu
ada pula tarian striptis, penarinya adalah para pemandu lagu (PL). Para PL
ini disediakan Sang Mamih di lokasi karaoke. Sang Mamih akan membawa para PL ke
kamar tamu. Para PL yang kebanyakan wanita muda dan berpakaian seksi itu,
berjajar di hadapan para tamu untuk dipilih. Untuk menemani para tamu, tiap PL dibayar Rp 70.000 per
jamnya.[2] )
Larangan tentang
pengadaan atau memudahkan pelayanan sex terselubung yang termasuk dalam suatu
perbuatan cabul telah dilarang dalam Pasal 296 dan 281 KUHP yang berbunyi :
Pasal
296 KUHP berbunyi :
Barang
siapa dengan sengaja membuat sebagai mata pencaharian atau sebagai kebutuhan
atau sebagai kebiasaan dilakukannya atau mempermudah perbuatan kesusilaan oleh
orang lain dengan orang ketiga, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
satu tahun atau dengan hukuman denda setinggi tinggi nya lima belas ribu rupiah.
Pasal 281 KUHP
berbunyi :
Dihukum
dengan Hukuman Penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan
denda setinggi tingginya empat ribu lima ratus rupiah :
1.
Barang siapa sengaja di depan umum merusak
kesusilaan;
2.
Barang siapa dengan sengaja merusak
kesusilaan di depan orang lain yang kehadirannya di situ bukanlah atas
kemauannya sendiri
Guna mengurangi atau
mengatasi masalah tersebut Pemerintah Daerah Kota Bandung, selanjutnya disingkat Pemkot Bandung
juga telah juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 11 Tahun 2005 Tentang
Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan, selanjutnya disingkat
PERDA K3 khususnya Pasal 39 huruf ( g, h, i ) yang berbunyi :
Dalam
rangka mewujudkan Daerah yang bersih dari tuna wisma, tuna sosial dan tuna
sisila, setiap orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan , dilarang :
g. menyediakan, menghimpun wanita tuna susila
untuk dipanggil, memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk berbuat asusila;
h. menjajakan cinta atau tingkah lakunya yang
patut di duga akan berbuat asusila dengan berada di jalan, jalur hijau, taman
dan tempat umum lainnya serta tempat tempat yang dicurigai akan digunakan
sebagai tempat melakukan perbuatan asusila;
i.
menarik keuntungan dari perbuatan
asusila sebagai mata pencaharian.
Mudahnya
mendapatkan izin mendirikan tempat hiburan di kota Bandung, sedangkan ketentuan
Pasal 296 dan 281 KUHP dalam
penerapannya mendapatkan hambatan karena kasus adanya praktek penyedia jasa PL yang berujung pada kegiatan
melanggar hukum seringkali berhenti dan tidak sampai ke pengadilan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan
tersebut diatas, penulis tertarik membuat artikek
dengan judul EFEKTIVITAS KETENTUAN PASAL 296 DAN
281KUHP SERTA PASAL 39 HURUF G, H, I PERDA KOTA BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2005
TERHADAP PRAKTEK PROSTITUSI TERSELUBUNG DI TEMPAT KARAOKE DI YANG MENYEDIAKAN
PEMANDU LAGU DI KOTA BANDUNG.
Identifikasi
Masalah
Mengenai
permasakahan diatas, penulis akan membatasi permasalahan yang akan dibahas, Bagaimana
efektifitas ketentuan Pasal 296 dan 281 KUHP serta penerapan Peraturan Daerah
Kota Bandung No. 11
Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan
terhadap pemidanaan para pelaku tindak pidana kesusilaan di tempat Hiburan
Karaoke di Kota Bandung dan bagaimana upaya
aparat penegak hukum dan pemerintah terhadap praktek prostitusi terselubung di
tempat karaoke yang menyediakan pemandu lagu di kota Bandung?
Pembahasan
Tempat hiburan memberikan dampak positif bagi Kota
Bandung, terutama terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada 2011 lalu sektor
hiburan memberikan pendapatan sebesar Rp.31.000.000.000 (tiga puluh satu miliar) dari target Rp.28.000.000.000 (dua puluh delapan miliar). Jumlah ini meningkat dari
2010 sebesar Rp.25.300.000.000 (dua koma tiga miliar) dan
2009 sebesar Rp.22.000.000.000 (dua puluh dua miliar).
Berdasarkan observasi lapangan, terdapat 2
jenis tipe karaoke, yaitu karaoke
keluarga dan karaoke non keluarga, untuk karaoke keluarga biasanya tidak
menyediakan pemandu lagu, dan juga tidak menjual minuman beralkohol seperti
yang disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Herry M. Djauhari.
Karaoke non keluarga yang biasanya bnyak diminati, karena
selain di tempat inilah banyak hiburan yang bisa dinikmati khususnya bagi para
kaum Laki-Laki. Fenomena yang terjadi di tempat khususnya dalam hal menyediakan
PL dalam hal tersebut didalamnya terdapat larangan bertindak asusila namun pada
prakteknya terjadi penyimpangan, seperti
yang terjadi ditempat karaoke besar ternama di kota Bandung di kawasan
Pasirkaliki, klub karaoke ini menawarkan dan menyediakan pemandu lagu dengan
harga paket bervariasi
Tempat-tempat karaoke berkelas tersebut memang dikenal menyediakan
wanita-wanita yang siap melayani luar-dalam Satu paket layanan spesial harganya
bervariasi antara Rp.5.000.000 (lima juta) hingga
Rp.10.000.000 (sepuluh juta), Itu sudah termasuk biaya
ruangan, minuman, striptis, hingga "eksekusi" di tempat. Jika tidak
mau dieksekusi di lokasi, tamu bisa membawanya ke hotel atau tempat lain yang
dikenal dengan istilah BO atau Booked Out.
Pengertian
tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering
mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu
undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau
tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu
pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan
kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak
pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit
dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti
yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan
istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.[3])
Perumusan
tersebut yang mengandung kalimat “Aturan hukum pidana” dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang
masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, Bambang
Poernomo juga berpendapat mengenai kesimpulan dari perbuatan pidana yang
dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan terlarang dengan diancam pidana.[4])
Sesuai
dengan letaknya didalam rumusan ketentuan pidna yang diatur dalam Pasal 296
KUHP, kesengajaan pelaku itu harus ditunjukan pada perbuatan-perbuatan
memudahkan dilakukannya tindakan-tindakan melanggar kesusilaan oleh orang lain
dengan pihak ketiga, dan membuat kesengajaan tersebut sebagai mata pencaharian atau
sebagai kebiasaan, harus
dipandang sebagai perbuatan memudahkan dilakukannya suatu tindakan melanggar
kesusilaan yakni perbuatan menyewakan kamar untuk memberikan kesempatan kepada
orang lain melakukan suatu tindakan melanggar kesusilaan dengan orang ketiga.
Bertolak dari berbagai tuntutan normatif tersebut di atas, pemahaman terhadap
unsur-unsur tindak pidana merupakan kebutuhan yang sangat mendasar berkaitan
dengan penerapan hukum pidana materiil. [5])
Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia Prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual
dengan uang atau hadiah-hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan, pelacuran.[6]
Apabila mengaitkan dengan keberadaan tempat hiburan karaoke di Bandung yang
menyediakan jasa Pemandu Lagu yang diduga adanya pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 281 dan 296 KUHP serta PERDA K3 Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005, maka tempat ini
merupakan media baru bagi para pelaku seks terselubung dan tempat pelacuran,
dan tanpa disadari ini semakin berkembang dari daya minat pelakunya, dan lama
kelamaan dapat merusak moral generasi muda. Oleh
sebab itu untuk mengetahui apakah peraturan tersebut telah efektif maka
diperlukan faktor pengukur efektivitas suatu peraturan yang diantaranya :[7])
1. Hukumnya, Apakah memadai atau tidak dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat.
2. Penegak Hukumnya, menghayati atau tidak terhadap tugas dan kewajibannya.
3. Fasilitas, yang dapat mempercepat proses penegakan hukum
4. Masyarakat, yang ditentukan oleh faktor pengetahuan, mengerti, menghayati
dan mentaati.
5. Kebudayaan, mempengaruhi proses penegakan hukumnya.
Penutup
Kesimpulan
Dan Saran
Masalah yang terjadi di tempat karaoke yang menyediakan jasa
Pemadu Lagu yang pada prakteknya diduga berujung pada kegiatan seks terselubung
dapat dikategorikan sebagai masalah sosial karena perbuatan yang terjadi sesuai
dengan rumusan masalah diatas yaitu:
a.
Tempat Karaoke yang
menyediakan Pemandu Lagu yang pada prakteknya terjadi kegiatan prostitusi
melanggar makna tempat hiburan yang notabene
menurut masyarakat tempat karaoke ini hanya sebagai sarana hiburan saja, tetapi
beberapa tempat tertentu dan oleh oknum tertentu menjadi dijadikan media baru
untuk prostitusi pelayanan jasa seks terselubung.
b.
Tempat hiburan dianggap
mengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya bagi konsumen yang tidak mempunyai
kepentingan seks di tempat karaoke tersebut..
Kejahatan kesusilaan yang terjadi di tempat Karaoke yang
pada prakteknya terjadi prostitusi terselubung belum diatur khusus dalam suatu
perundang-undangan, sehingga ini menimbulkan kesulitan dalam menerapkan sanksi
di dalam KUHP. Kesulitan
ini muncul tidak hanya secara teoritis tetapi juga dalam segi praktis, dimana
aparat penegak hukum kesulitan menentukan pasal dari KUHP yang hendak
dipergunakan serta kepada siapa hal
tersebut dijatuhkan, apakah terhadap “germo/mami” atau terhadapt sipelaku
ataukah terhadap pemilik tempat Karaoke yang bersangkutan, mengingat keberadaan
tempat Karaoke yang menyediakan Jasa PL selalu termanage dengan baik oleh oknum-oknum tertentu
Langkah
pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mengubah pandangan orang tentang
kegiatan seksual dengan cara menggeser paradigma prostitusi sebagai “perbuatan
asosial” kepada kesenangan seksual (sexual
pleasure). Tidak
perlu menyentuh isu seks komersialnya karena berkaitan dengan kesenangan
seksual. Efektifitas Peraturan dalam KUHP dan PERDA K3 Kota
Bandung, dalam hal terjadinya praktek prostitusi yang
terjadi di tempat Karaoke yang menyediakan Pemandu Lagu di Kota Bandung,
penerapan ketentuan pasal 281 dan 296 sudah benar begitu juga Peraturan Daerah
Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005 meski telah dilakukan pengawasan tetapi dalam
prakteknya terhadang masalah pembuktian dan perumusan unsur delik, dan yang
terjadi adalah masalah sengketa kewenangan antara aparat Kepolisian dan aparat
Penegak PERDA yang dalam hal ini ditangani oleh SATPOL PP. Berdasarkan hasil pembahasan
yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu, dalam penegakan hukum
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil/ tidaknya penegakan hukum Itu
sendiri yaitu:
1. Faktor
hukum yang ditegakkan itu sendiri.
2. Faktor
petugas, yaitu aparatur penegak hukumnya.
3. Faktor proses penegakan hukumnya
4. Faktor
masyarakat dimana hukum itu berada.
5. Faktor
kebudayaan.
Upaya dari Pemerintah Kota Bandung sendiri selalu
melakuan pengawasan dan penyuluhan terhadap tempat karaoke yang menyediakan
Pemandu Lagu agar tidak terjadi hal-hal negatif seperti prostitusi terselubung
seperti yang dikatakan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung
Herry. M. Djauhari ketika penulis mewawancarai di kantor DISBUDPAR Kota
Bandung, dan selalu berkoordinasi dengan aparat yang berwenang. Sulitnya membuktikan
peristiwa prostitusi terselubung di tempat karaoke karena
ketika dilakukan razia adanya laporan tersebut sering kali terjadi bermain
kucing-kucingan seolah-olah seperti sudah ada yang membocorkan hal tersebut.
Dari aparat Kepolisian sering kali kasus terkait tindak
pidana yang terjadi di tempat karaoke yang di daerah Pasirkaliki sampai sekarang
tidak pernah naik ke Pengadilan, tempat
tersebut juga seharusnya dapat dijerat dengan Pasal 296 KUHP. Penulis menyarankan supaya
pemerintah bisa lebih peka terhadap gejala sosial yang terjadi di masyarakat,
sehingga apabila terjadi sesuatu yang menyimpang, akan cepat ditangani, tidak
menunggu berlarut-larut, masalah sudah semakin berkembang & membesar, lalu
baru diatasi setelah semuanya menjadi
semakin kompleks. Perlunya aparat penegak hukum yang berhati bersih yang memang
tujuannya berjuang untuk menciptakan hukum yang efektif diterapkan, bukan
aparat penegak hukum yang mengharapkan upeti dari orang-orang tertentu yang
berkepentingan sehingga bisa mempengaruhi isi dari produk hukum yang dibuat.
Sudah saatnya SDM (sumber daya manusia) para aparat penegak hukum ditingkatkan,
agar kualitas produk hukum yang dibuat pun bisa lebih efektif dan menyentuh
rasa keadilan dalam masyarakat.
1 komentar:
How to Play Casino Games Online - Oklahoma Casino Guide
Learn how to 가상화폐 종류 play casino games online 토토 라이브스코어 in Oklahoma. casino games online online at Oklahoma online 유흥업소 사이트 casinos in Oklahoma. 축구 토토 The 토토 사이트 홍보 게시판 casinos in Oklahoma can offer both new
Posting Komentar