BAB I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Sudah 48 tahun
usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun selama kurun
waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda.
Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang
amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai
tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya
tempat manusia berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku
bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber
pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum
barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat
nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat
maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA.
Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga
konversi.
Konversi
adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk
masuk sistem dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 : 1).
Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang
pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan
dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama
pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi,
dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek
manipulasi dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul
kembali gugatan, dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan
serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat
dalam sistem perundang-undangan agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai sandaran
peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak,
hukum agraria nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
II. Rumusan Masalah
Bertolak dari
kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang, maka
permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah pengaturan hak milik atas tanah dan pendaftaran tanah ?
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIK
a. PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
Undang-undang hak
tanggungan memberikan pengertian sebagai berikut “ Hak tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agrarian berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu
untuk pelunasan utang tertentu yang memberkan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya “
Dari pengertian
diatas maka dapat diuraikan unsure-unur pokok dari hak tanggungan diantaranya :
1. Hak
tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang
2. Utang
yang di jaminkan jumlahnya tertentu
3. Objek
hak tanggungan adalah ahak-ahak atas tanah sesuai dengan undang-undang pokok
agrarian yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak usaha dan hak pakai
4. Hak
tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda-benda yang berkaitan
dengan tanah atau hanya tanahnya saja
Hak tanggungan memberikan hak prefen atau hak
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain
b.
SIFAT
HAK TANGGUNGAN
Hak tanggungan sebagai hak jaminan
diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :
1.
Hak
tanggungan memberikan hak preferent (droit de preference) atau kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1
ayat 1)
Artinya apabila debitur cidera janji
atau lalai membayar hutangnya maka seorang kreditur pemegang hak tanggungan
mempunyai hak untuk menjual jaminan dan kreditur pemegang jaminan diutamakan
untuk mendapatkan pelunasan hutang dari hasil penjualan jaminan tersebut.
2. Hak tanggungan tidak dapat
dibagi-bagi (pasal 2)
Artinya hak tanggungan membebani secara
utuh objek hak tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian
hutang dari hutang yang dijamin tidak terbebasnya sebagian objek hak tanggungan
untuk sisa utang yang belum dilunasi
3. Hak tanggungan mempunyai
sifar Droit De Suite (pasal 7)
Sifat droit de suite disebut juga
zaaksgevolgs artinya pemegang hak tanggungan mempunyai hak memiliki objek
tanggungan meskipun objek hak tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak
lain.
4. Hak Tanggungan mempunyai
sifat Accesoir
Artinya seperti perjanjian jaminan
lainnya Hak tanggungan bersifat accesoir artinya hak tanggungan bukanlah hak
yang berdiri sendiri tapi lahirnya atau keberdaannya atau eksistensinya atau
hapusnya tergantung perjanjian pokonya yaitu perjanjian kredit atau perjanjian
lainnya
5.
Hak
tanggungan untuk menjamin utang yang telah ada atau aka nada
Fungsi hak tanggungan adalah untuk
menjamin utang yang besaranya diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau
perjanjian utang. Utang yang dijamin hak tanggungan harus memenuhi syarat pasal
3 Undang-undang Hak tanggungan.
6. Hak Tanggungan hanya dapat
dibebankan kepada hak atas tanah saja
Pada dasarnya hak tanggungan hanya
dibebankan pada hak atas tanah saja. Hak atas tanah yang dapat dijadikan
jaminan sesuai dengan undang-undang pokok agraria yaitu hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya
dapat dipindahtangankan (pasal 4 ayat 1UUHT).
Asas ini perwujudan dari system hokum
tanah nasional yang didasarkan pada hokum adat yang menggunakan asas pemisahan
horizontal
7. Hak Tanggungan dapat
dibebankan pada hak atas tanah berikut benda diatasnya dan dibawah tanah
Meskipun hokum tanah nasional menganut
asas pemisahan horizontal namun tidak berlaku mutlak, untuk memenuhi
perkembangan dan kebutuhan masyarakat pembebanan hak tanggungan dimungkinkan
meliputi benda yang ada di atas tanah dan merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut dan bangunan dibawah permukaan tanah.
8. Hak tanggungan berisi hak
untuk melunasi hutang dari hasil penjualan benda jaminan dan tidak memberikan
hak bagi kreditur untuk memiliki benda jaminan
Sifat ini sama dengan ketentuan dalam
hipotik pasal 1178 ayat 1 KUHPerdata, janji disebut vervalbending.
Undang-undang Hak tanggungan mengikuti sifat dari hipotik ini dan mencantumkan
dalam pasal 12 UUHT.
9. Hak tanggungan mempunyai
kekuatan eksekutorial
Kreditur sebagai pemegang hak tanggungan
pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan jika debitur cidera
janji. Dasar hokum untuk mengajukan eksekusi adalah pasal 6 UUHT dan penjelasan
yang menegaskan “apabila debitur cidera
janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut” hak untuk menjual
dengan kekuasaan sendiri ini merupakan perwujudan dari kedudukan yang
diutamakan.
10. Hak tanggungan mempunyai
sifat spesialitas dan publisitas
Sifat spesialtas ini disebut juga
pertelaan adalah uraian jelas dan terinci mengenai objek hak tanggungan yang
meliputi rincian mengenai sertifikat hak atas tanah misalnya hak atas tanah
milik atau guna bangunann atau hak guna usaha, tanggal penerbitannya tentang
luasnya, letaknya, batas-batasnya, dan lain sebagainya.
11. Objek hak tanggungan berupa
hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960
tentang pokok-pokok agraria yang meliputi hak milik, hak guna bangunan dan hak
guna usaha
BAB
III
Pembahasan
1. Pengaturan
Hak Milik Atas Tanah
Adapun
hak-hak atas tanah tersebut menurut Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri dari :
a. Hak Milik.
b. Hak
Guna Usaha.
c. Hak
Guna Bangunan.
d. Hak
Pakai.
e. Hak
Sewa.
f. Hak
Membuka Tanah.
g. Hak
Memungut Hasil Hutan.
h. Hak-hak
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak yang tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
Hak atas tanah meliputi semua hak
yang diperoleh langsung dari negara disebut hak primer dan semua hak yang
berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama,
disebut hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di
mana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya
sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain mdalui perjanjian dimana
satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari
negara terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan
Hak Pengelolaan. Tiap-tiap hak mempunyai karakteristik tersendiri dnn semua
harus didaftarkan menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut
Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.
Salah
satu kekhususan dari Hak Milik ini tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan
untuk waktu yang tidak terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui
dalam rangka beriakunya UUPA, kecuali akan ketentuan Pasal 27 UUPA. Pasal 27
UUPA menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila :
- Tanahnya jatuh kepada negara :
a. Karena pencabutan hak berdasarkan
Pasal 18
b. Karena penyerahan dengan sukarela
oleh pemiliknya
c. Karena diterlantarkan
d. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3)
dan Pasal 26 ayat (2)
- Tanahnya musnah.
Pada
asasnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik kecuali
ditentukan secara khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti
yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
o
Bank-bank
yang didirikan oleh negara.
o
Perkumpulan-perkumpulan
Koperasi pertanian yang
didirikan berdasarkan undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
o
Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh
menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri agama.
o
Badan-badan
sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri
sosial.
Penjelasan
umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan hukum mempunyai hak milik, karena
memangnya badan hukum tidak periu mempimyai hak milik tetapi cukup bagi keperluan-keperluan
yang khusus yaitu hak-hak lain selain hak milik.
2. Pendaftaran
Tanah
Pengertian dan Landasan
Hukum Pendaftaran Tanah
a.
Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik
terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan
pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu kejelasan
status terhadap tanah. Dalam Pasal 1
PP No. 24 tahun 1997 disebutkan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sistematis
dan sporadis yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak
yang meliputi semua bidang tanah di suatu wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan suatu hak atas tanah maupun tanah
negara. Yang dimaksud dengan suatu hak adalah hak atas tanah menurut hukum adat
dan hak atas tanah menurut UUPA.
b. Landasan Hukum Pendaftaran Tanah
Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah
dihapuskan, dalam memori penjelasan dari UUPA dinyatakan bahwa untuk
pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA, yang ditujukan kepada
pemerintah agar melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia
yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat Recht Kadaster,
untuk menuju kearah pemberian kepastian hak atas tanah telah diatur di dalam
Pasal 19 UUPA yang menyebutkan :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1
pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat pembuktian
yang kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan
mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi
serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria.
4. Dalam Peraturan Pemerintah diatas
biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 diatas,
dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran
biaya-biaya tersebut.
Kalau
di atas ditujukan kepada pemerintah, sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal
23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak, agar
menjadikan kepastian hukum bagi mereka dalam arti untuk kepentingan hukum bagi
mereka sendiri, di dalam Pasal tersebut dijelaskan :
- Pasal 23 UUPA :
Ayat 1 : Hak milik, demikian pula
setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam
ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta
sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
- Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak
tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19. Ayat 2 : Pendaftaran
termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan
serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhir.
- Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya dak
tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam
ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan
serta sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhirnya.
Dari ketentuan
pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh
pemegang hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat
pembuktian yang kuat serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan
hapusnya hak-hak tersebut.
c. Tujuan Pendaftaran Tanah
Usaha
yang menuju kearah kepastian hukum atas tanah tercantum dalam
ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanah,
dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas
tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia yang bersifat ‘Rech Kadaster” artinya yang
bertujuan menjamin kepastian hukum, dengan di selenggarakannya pendaftaran
tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status
hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya,
siapa yang empunya dan beban-beban apa yang melekat di atas tanah tersebut.
Menurut
para ahli disebutkan tujuan pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang,
disamping untuk pengelakkan suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan
suatu perpajakan. (A.P. Parlindungan; 1990 : 6).
a. Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu pendaftaran,
maka hak seseorang itu menjadi jelas misalnya apakah hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan atau hak- hak lainnya.
b. Pengelakkan suatu sengketa
perbatasan
Apabila sebidang tanah yang dipunyai
oleh seseorang sudah didaftar, maka dapat dihindari terjadinya sengketa tentang
perbatasannya, karena dengan didaftarnya tanah tersebut, maka telah diketaui
berapa luasnya serta batas – batasnya.
c. Penetapan suatu perpajakan
Dengan diketahuinya berapa luas
sebidang tanah, maka berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan besar pajak yang
harus dibayar oleh seseorang. Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan
pendaftaran itu selain memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik
penggunaannya, pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu
sebaiknya dipergunakan, demikian pula informasi mengenai kemampuan apa yang
terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunannya
sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan.
Untuk
memenuhi berbagai kebutuhan seperti tersebut di atas, maka untuk itu UUPA
melalui pasal-pasal pendaftaran tanah menyatakan bahwa pendaftaran itu
diwajibkan bagi pemegang hak yang bersangkutan
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa
tujuan dari pendaftaran tanah tersebut adalah sebagai berikut::
a.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak
atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mcngadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Di
dalam kenyataannya tingkatan-tingkatan dari . pendaftaran tanah tersebut
terdiri dari:
a. Pengukuran Desa demi Desa sebagai suatu himpunan yang
terkecil.
b. Dari
peta Desa demi Desa itu akan memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik
Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun
tanah-tanah yang masih dikuasai oleh negara.
c. Dari
peta-peta tersebut akan dapat juga diketahui nomor pendaftaran, nomor buku
tanah, nomor surat ukur, nomor pajak, tanda batas dan juga bangunan yang ada di
dalamnya.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh, tetapi di atas itu ada hak
pemerintah untuk mempergunakan tanah demi kepentingan umum dan pemilik hak
milik di berikann ganti rugi.
Pendaftaran hak atas tanah adat menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 adalah
sebelum didaftarkan harus dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah
adat yang memiliki bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan
konversi dilakukan oleh Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama
Kepala Kantor Pertanahan Nasional, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak
sedangkan terhadap hak atas tanah adat yang tidak mempunyai bukti
dilakukandengan proses pengakuan hak.
Dalam
hal Hak Tanggungan hak milik merupakan salah satu objek terkuat hak jaminan
yang dilakukan oleh Kreditur dengan Debitur.
2. Saran
Seyogyanya strategi pembangunan hukum
agraria nasional dapat menampung aspirasi masyarakat hukum adat. Antara lain :
1.
Agar pemasyarakat UUPA terus dilakukan sehingga masyarakat mengetahui secara
baik tentang peraturan pertanahan. Bahkan UUPA yang sekarang sepertinya sudah
sangat ketinggalan zaman juga perlu diadakan penyesuaian.
2.
Perlu penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan
Pertanahan Nasional secara mandiri sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya
sertifikat Tanah Hak Milik, sehingga perlu dilakukan pendaftaran Tanah.
3.
Dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah diIndonesia
bukan diutamakan di daerah perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di
desa terutama desa tingkat ekonomi lemah, apalagi masyarakat di pedesaan kurang
begitu mengerti bagaimana pendaftaran tanah dan pentingnya pendaftaran tanah.
DAFTAR PUSTAKA
A.P.Parlindungan,
Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
1990.
A.P.
Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Op.cit
____________, 1990, Berakhirnya
Hak-hak atas Tanah Menurut Sistem UUPA,
Penerbit Mandar Maju, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar