rss

Senin, 02 Januari 2012

Analisis Pelanaggaran Lalulintas " HUKUM ACARA PIDANA "


PENDAHULUAN
Mengenali UU Nomor 22 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-Undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, terlihat bahwa kelanjutannya adalah merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.
Jika kita melihat UU sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.
Berbeda dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari
upaya memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :
a.     terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b.     terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c.      terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a.     kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b.     kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c.      kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mencermati lebih dalam dari semangat yang telah disebutkan di atas, maka kita harus lebih dalam lagi melihat isi dari Pasal-Pasal yang ada di UU Nomor 22 Tahun 2009. Dari sini kita akan tahu apakah semangat tersebut seirama dengan isi dari pengaturan-pengaturannya, atau justru berbeda. Selanjutkan kita dapat melihat bagaimana UU ini akan berjalan dimasyarakat serta bagaimana pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat mengawasi serta melakuakn penegakannya

PERMASALAHAN
Pelanggaran Lalulintas
I. Rincian Surat Tilang
· No. Register Penyidikan : OPS 4
· Tilang No. Reg : 0296782
· Nama : Tatang Budiman
· Alamat : Jl. Kaum Kulon No. 2 Bandung
· Pekerjaan : Swasta
· Tempat & Tanggal Lahir : Bandung, 14 – 5 – 1980
· SIM Gol : C
· No Register Kendaraan : D 1406 DO
· Jenis : Roda 2
· Merek : Yamaha Mio
· Pada hari kamis tanggal 11 bulan Oktober 2011 dijalan A.H. Nasution dalam wilayah hukum POLRESTABES BANDUNG
· Barang Bukti : SIM atas nama Tatang Budiman
· Nama Petugas : Agus Sugih
· Pangkat : AIPTU
· Pasal yang dilanggar : Pasal 293 (2) jo 107 (8) UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ
· Cap : SATLANTAS POLRESTABES BANDUNG

II. Analisis
Tilang, singkatan dari Bukti Pelanggaran merupakan tindakan langsung terhadap pelanggaran lalu lintas yang menjadi salah satu bentuk penindakan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan Polri. Penyelesaian atas pelanggaran itu berada dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang melibatkan kejaksaan dan pengadilan. Mengacu pada Pasal 211 KUHAP dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, terdapat 28 jenis pelanggaran yang dapat dikenakan tilang.
Setelah Pelanggar dinyatakan bersalah karena melanggar Peraturan Lalu Lintas, oleh Petugas ( POLISI/POLANTAS) pelanggaran tersebut dicatat dalam Berita Acara Singkat yang namanya TILANG (BUKTI PELANGGARAN). Dalam Surat Tilang No. Reg. 0296782, pasal yang dilanggar oleh Tatang Budiman adalah pasal Pasal 293 (2) UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, yang berbunyi “Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”. Jo Pasal 107  UU No. 22 Tahun 2009
Surat tilang yang menjadi objek analisis adalah kopian surat yang berwarna biru. Surat TILANG semuanya ada 5 ( lima) rangkap :
· Lembar 1 warna MERAH diperuntukan untuk pelanggar ( sidang di Pengadilan Negeri )
· Lembar 2 warna BIRU diperuntukan untuk pelanggar ( bukti untuk bayar denda TILANG di Bank ).
· Lembar 3 warna HIJAU untuk arsip di Pengadilan Negeri.
· Lembar 4 warna KUNING untuk arsip di Kepolisian.
· Lembar 5 warna PUTIH untuk arsip di Kejaksaan Negeri
Sistem tilang yang berlaku saat ini memberi tiga opsi bagi pelanggar. Seseorang bisa minta disidang di pengadilan, atau langsung bayar ke Bank Rakyat Indonesia, atau pilihan lain dititipkan kepada kuasa untuk sidang. Kuasa untuk sidang itu tidak lain adalah polisi. Pilihan-pilihan ini sudah berlangsung sama, sesuai Surat Keputusan Kepala Kapolri No.Pol: SKEP/443/IV/ 1998, tanggal 17 April 1998 (SK 1998).
Apabila Pelanggar menghendaki untuk Datang sendiri ke Pengadilan untuk sidang maka kepadanya diberikan Surat TILANG warna Merah untuk menghadiri sidang di Pengadilan Negeri.
Untuk Pelanggar yang karena kesibukannya tidak mungkin bisa hadir di Pengadilan untuk sidang dimaksud diberikan Surat TILANG warna Biru, kemudian datang ke BRI membayar Denda Tilang seperti yg tercantum di Surat TILANG, lalu kembali pada Petugas yang Menindak tadi dengan membawa resi Pembayaran Denda TILANG dari BRI, kemudian Barang Bukti yang disita bisa diambil lagi, dan berkas Tilang yang tadi diserahkan ke Bagian TILANG di Kantor Satlantas untuk dicatat di buku Besar Pelanggaran dan didistribusikan sesuai dengan peruntukannya tadi.
Pada kasus ini, pelanggar bernama Yuyus Supriadi menghadiri sendiri sidangnya, sehingga kepadanya diberikan surat yang berwarna merah.
Disudut kiri atas surat tilang terdapat kata “Pro Justitia”, arti dari “pro justitia” ini adalah demi hukum, dengan kata lain juga adalah demi Undang-Undang untuk menegakkan keadilan.
Secara umum, surat tilang memuat :
a. identitas pelanggar, yang terdiri dari : Nama, Jenis Kelamin, Alamat , Pekerjaan, Pendidikan, Umur, Tempat tanggal Lahir.
b. identitas mengenai surat – surat kelengkapan serta ciri – ciri kendaraan, terdiri dari : No. KTP, SIM Golongan, No. SIM, Sat Pas, Tanggal, Kendaraan nomor Polisi, Jenis, Merek, Nomor Rangka , Nomor Mesin
3.     tanggal serta tempat wilayah terjadinya pelanggaran
4.     identitas petugas
5.     pasal yang dilanggar
6.     denda sesuai pasal
7.     tanda tangan petugas dan pelanggar
8.     keberatan.
9.     Barang Bukti
Pada surat tilang yang menjadi objek analisis, hampir semua hal yang ada di surat tilang telah diisi. Hanya saja ada beberapa kolom yang tidak diisi, seperti kolom SAT PAS, No Rangka, pendidikan. Ini mengakibatkan surat tilang tersebut menjadi kurang sempurna.
Sementara itu, sesuai dengan pasal 16 Sub a dan e UU no. 2/2002 dan pasal 38 ayat (2) UU no. 8/1981 serta pasal 260 UU no. 22 tahun 2009 tentang LLAJ, barang yang dititipkan (ditahan sebagai jaminan) adalah surat ijin mengemudi (SIM). Dalam surat tilang ini, SIM milik Tatang Budiman adalah barang bukti yang hanya bisa diambil kembali setelah persidangan.
Hal selanjutnya yang timbul adalah mengenai siapa yang akan hadir di persidangan. Sidang tilang Tatang Budiman dilaksanakan tanggal 11 Oktober 2011, dan ia tidak menguasakan kepada orang lain. Padahal, bisa saja ia menguasakan pada petugas khusus polantas karena surat tilang dapat berkedudukan sebagai surat kuasa. Hal ini sesuai dengan kesepakatan Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Polisi (Mahkejapol) .
Menurut Buku Petunjuk Teknis Tentang Penggunaan Blanko Tilang (Lampiran SKEP KAPOLRI Skep/443/IV/ 1998), terdakwa berkewajiban untuk :
1. Menandatangani Surat Tilang (Lembar Merah dan Biru) pada kolom yang telah disediakan apabila menunjuk wakil di sidang dan sanggup menyetor uang titipan di Bank yang ditunjuk.
2. Menyetor uang titipan ke petugas khusus bila kantor Bank (BRI) yang ditunjuk untuk menerima penyetoran uang titipan terdakwa (pelanggar-red) tutup, karena hari raya/libur, dan sebagainya.
3. Menyerahkan lembar tilang warna biru yang telah ditandatangani/ dicap petugas kepada penyidik yang mengelola barang titipan tersebut.
4. Menerima tanda bukti setor dari petugas khusus (Polri) apabila peneyetor uang tititpan terpaksa dilakukan diluar jam kerja Bank (BRI).
5. Menerima penyerahan kembali barang titipannya dari penyidik/petugas barang bukti/pengirim berkas perkara berdasarkan bukti setor dari petugas khusus atau lembaran tilang warna biru yang telah disyahkan oleh petugas Bank (BRI).
6. Menerima penyerahan barang sitaannya dari petugas barang bukti setelah selesai melaksanakan vonis hakim (dengan bukti eksekusi dari Eksekutor/Jaksa dan melengkapi kekurangan-kekurangan lainnya (SIM, STNK/kelengkapan kendaraan) (bila memilih sidang).















PEMBAHASAN
Dari sekian banyak ketentuan yang ada, beberapa pasal yang mendapatkan respon beragam dan menjadi perdebatan di masyarakat, beberapa pasal tersebut adalah :
ketentuan
isi
catatan
107 ayat (2)
Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari
Jika alasannya adalah untuk keselamatan, maka harus diyakinkan hubungan langsung lampu dengan keselamatan pengendara. Selain itu dukungan data-data mengenai penyebab kecelakaan di jalan raya
112 ayat (3)
Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
Seberapa banyan sarana yang teah disediakan
273 ayat (1)
Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Kementerian PU mempermasalahkan pasal
pemidanaan penyelenggara jalan yang memang secara hukum tidak berdasarkan konsep yang kuat. Fungsi pemerintahan, termasuk penyelenggaraan jalan, pada prinsipnya adalah pelaksanaan undangundang.
Wajarkah aturan perundangan yang memidanakan pelaksana undang-undang?




Akan Tertatih-tatih pelaksanaannya
Norma-norma peraturan tanpa adanya sarana pendukung seperti struktur keorganisasian yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pastinya akan berjalan tidak efektif dan efisien. Selain itu, budaya dalam melakukan dan melaksanakan norma-norma peraturan juga harus dinilai, apakah memang sudah tepat masyarakat dapat melaksanakan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana nantinya UU Nomor 22 Tahun 2009 diimplementasikan. Melihat hal ini makan kita dapat menggunakan pendekatan substansi, sutruktural, dan kultural.
Secara substansi, UU Nomor 22 Tahun 2009 masih dapat diperdebatkan. Mulai dari banyaknya amanat untuk membuat aturan pelaksana dan teknis; nilai keefektifan dari penegakan hukum berupa sanksi administrasi, perdata hingga pada pidana; pengaturan mengenai hak dan kewajiban dari penyelenggara negara dan masyarakat, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah untuk lebih mendalami apakah peraturan ini dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Selain itu, apakah norma peraturan tersebut memang lahir dari masyarakat, hal ini guna menjawab kebutuhan siapa yang memang hars dipenuhi. Dengan memperhatikan ini, maka kita dapat melihat apakah suatu peraturan ini akan efektik dan efisien jika dilaksanakan.
Secara struktur, UU Nomor 22 Tahun 2009 telah menjelaskan mengenai pihak yang terkait. Jika kita cermati maka kita dapat melihatnya sebagai berikut :
1.     Pembinaan menjadi tanggung jawab negara. Pembinaan mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
2.     Urusan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
3.     Urusan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
4.     Urusan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab dibidang industri;
5.     Urusan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
6.     Urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7.     Mengkoordinasi penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dari contoh statistik diatas, maka dapat dinilai apakah UU Nomor 22 Tahun 2009 dapat dilaksanakan atau tidak. Sepanjang alat-alat penunjang seperti rambu-rambu serta fasilitas-fasilitas umum di jalan belum terpenuhi kebutuhannya maka pelaksanaan UU juga akan tidak efektif dan efisien.
Sebelum membicarakan kultur, hendaknya kita melihat sejenak hasil survey yang dilakukan oleh tabloit otomotif terkait dengan alasan mengapa tidak yakin UU Nomor 22 Tahun 2009 dapat memperbaiki masalah:






Alasan                                                                                     Jumlah (%)
Kesadaran / disiplin masalah                                                  30
Volume kendaraan terus bertambah / sudah banyak                        10
Mental aparat kurang baik                                                      8
Pelaksanaan belum efektif                                                       6
Infrastruktur kurang (jalan, rambu, fasilitas)                                    6
Jadi lebih macet                                                                       6
Tergantung kesadaran masyarakat                                          5

Jumlah responden 10.045 orang
Dari tabel diatas, hampir keseluruhan berkaitan dengan kultur. 30% misalnya merasa tidak yakin UU Nomor 22 Tahun 2009 dapat memperbaiki masalah karena alasan kesadaran. Diikuti juga ketidakyakinan oleh 8% bahwa mental aparat kurang baik serta 5% tergantung kesadaran masyarakat. Kultur-kultur dari masing-masing pihak ini akan menentukan bagaimana suatu norma dapat dijalankan dengan efektif dan efisien. Akan menjadi tantangan bagi penyelenggara negara ketika kultur-kultur tersebut tidak mendukung untuk melakukan social engineering. Sehingga didapat bagaimana masyarakat sadar untuk melaksanakan peraturan karena ia tahu apa hak dan kewajibannya, atau bagaimana aparat penegak hukum yang benar-benar menjunjung tinggi hukum.

PENUTUP

Tidak hanya cukup siapa yang akan menjalakan apa, tapi juga bagaimana ia harus melakukan dan kapan harus dilaksanakan. Sebagai masyarakat tentunya adalah menjalankan hukum posistif dalam hal ini UU Nomor 22 Tahun 2009, namun perlu diterjemahkan lagi bagaimana situasi dan kondisi dilapangan dapat menunjang masyarakat dapat melaksanakannya. Keharusan yang diterjemahkan sebagai kewajiban harus di dukung oleh seberapa besar dan seberapa banyak petunjuk-petunjuk dilapangan. Terkait dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 ini maka kita bisa mempertanyakan seberapa banyak rambu-rambu dan fasilita-fasiitas penunjang di jalan raya. Harus diingat, pemberlakuan UU tidak hanya pada satu wilayah saja namun berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia, apa yang akan terjadi nantinya jika diterapkan di Kalimantan atau bahkan Papua. Struktur itu harus mampu menunjang masyarakat agar dapat melaksanakannya. Kita bisa lihat diagram di bawah ini, bagaimana kota Semarang masih kekurangan rambu-rambu lalu lintas.

         









DAFTAR PUSTAKA


1.     Imam Nasiman, UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: Tidak Efisien dan Tidak Efektif.














Hukum Acara Pidana
Pengadilan Negeri Bandung
images.jpgPelanggaran Lalulintas







0 komentar:


Posting Komentar

IKLAN BARIS GAMBAR

iklan tengah


AGOTAX

iklan

PASANG IKLAN DISINI
PASANG IKLAN DISI MASIH KOSONG

kode backlink vajar agotax blogspot

vajar agotax blogspot

pagerank

vajar agotax blogspot Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net SEO Stats powered by MyPagerank.Net http://www.freesearchenginesubmission.infopour les details cliquez ici

alexa