rss

Kamis, 05 Januari 2012

MILITER DAN KDRT


NAMA : FAJAR PERMANA SIDIQ
NPM    : 41151010090243
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG


BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Militer adalah orang terdidik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur. Karena itu bagi mereka diadakan norma-norma atau kaidah-kaidah yang khusus. Mereka harus tunduk tanpa reserve pada tata kelakuan yang ditentukan dengan pasti dan yang pelaksanaannya di awasi dengan ketat.
Beberapa pihak menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Itu benar, tetapi hendaknya jangan lupa bahwa salah satu unsur untuk menegakkan disiplin itu adalah hukum. Karenanya hukum itu secara tidak langsung menyelenggarakan pemeliharaan disiplin militer.
Pengadilan Militer sebagai wujud nyata bagi masyarkat umum adalah lembaga penegakan hukum atau displin bagi para anggota militer.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, merupakan tugas pokok TNI dan semua Warga Negara Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Pasal 7 ayat (1): “Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara”. Sebagai warga Negara Republik Indonesia TNI bukan merupakan Klas tersendiri, karena setiap Prajurit TNI adalah juga sebagai masyarakat biasa.
Dengan melihat ketentuan pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Maksudnya setiap Warga Negara Indonesia baik itu Prajurit TNI maupun masyarakat biasa mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan, berarti dalam kehidupan sehari-hari Prajurit TNI juga berlaku ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku umum, baik hukum pidana, perdata, acara pidana dan acara perdata. Tetapi masyarakat biasa tidak dapat diberlakukan hukum militer karena mereka bukan termasuk golongan militer.
BAB II
PERMASALAHAN
A.   Identifikasi masalah
Hal ini terjadi pada seorang anggota TNI yang melakukan KDRT :
Nomor Register                   :244-K/PM.II-09/AD/XI/2011
Tgl Register                        :8 Nopember 2011
Terdakwa                            :MULYANA
Pangkat/ NRP                     :PRAKA/31990123980678
Jabatan                               :TA PROVOST DENMA DAM III/ SLW
Kesatuan                             :KODAM III/ SLW
Asal Satuan                         :TNI AD
Dakwaan                             :PRI : 44 (1) JO PASAL 5 HURUF A UU RI NO. 23 THN 2004 TTG PENGHAPUSAN KDRT SUB : 44 (4) JO PASAL 5 HURUF A UU RI NO. 23 THN 2004 TTG PENGHAPUSAN KDRT ATAU 351 AYAT (1) KUHP
Status                                :Pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.;

Mulyana dijerat dengan dakwaan PRI : 44 (1) JO PASAL 5 HURUF A UU RI NO. 23 THN 2004 TTG PENGHAPUSAN KDRT SUB : 44 (4) JO PASAL 5 HURUF A UU RI NO. 23 THN 2004 TTG PENGHAPUSAN KDRT ATAU 351 AYAT (1) KUHP.

PASAL 5 Huruf A Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik
b. kekerasan psikis
c. kekerasan seksual, atau
d. penelantaran rumah tangga.

Dalam PASAL 44 ayat 1 Undang – Undang No. 23 Tahun 2004Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)”

PASAL 44 (4) “matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) .
Dalam hal ini tedakwa “Mulyana” melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga yang mana sangat menyimpang dari tugas pokok dan fungsinya sebagai alat Negara yang harusnya melindungi, Secara umum juga TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Fungsi TNI antara lain :
B.   Tinjauan teori
1. Sebagai Alat Pertahanan Negara, yang berfungsi sebagai berikut :
a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
c. Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama system pertahanan negara.
Tugas TNI, yaitu :
1. Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
2. Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan :
a. Operasi militer untuk perang
b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk :
- Mengatasi gerakan separatis bersenjata
- Mengatasi pemberontakan bersenjata
- Mengatasi aksi terorisme
- Mengamankan wilayah perbatasan
- Mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis
- Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri
- Mengamankan Presiden dan Wakil Prsiden beserta keluarganya
- Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara
dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta
- Membantu tugas pemerintahan di daerah
- Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas
keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undangundang
- Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia
- Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
- Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. (Sumber: Webmaster@tni.mil.id tanggal akses 6 Desember 2009).


Tindak Pidana Militer dan KDRT
 Secara yuridis normatif, istilah tindak pidana militer dapat dilihat dalam penjelasan pasal 9 RUU Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomo 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana militer adalah tindak pidana secara khusus hanya ditujukan pelakunya berstatus militer. Singkatnya bisa dikatakan tindak pidana militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh seorang militer karena sifatnya yang militer. Secara teori tindak pidana militer dibagi menjadi dua yaitu :
a. Tindak pidana militer murni (zuiver militaire delich) adalah suatu tindak pidana yang hanya dilakukan oleh seorang militer karena sifatnya yang khusus militer, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.
b. Tindak pidana campuran (gemende militaire delich) adalah suatu perbuatan yang terlarang yang sebenarnya sudah ada peraturannya hanya peraturan itu berada pada perundang-undangan yang lain. Sedangkan ancaman hukumannya dirasakan terlalu ringan apabila peraturan itu dilakukan oleh seorang milier. Oleh karena itu perbuatan yang telah diatur dalam Undang Undang lain yang jenisnya sama, diatur kembali dalam KUHPM disertai ancaman hukuman yang lebih berat, sesuai dengan kekhasan militer.

Peradilan Militer memiliki yurisdiksi mengadili semua tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI atau militer sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor: 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Tindak pidana tersebut, baik tindak pidana umum sebagaimana terdapat dalam KUHP maupun undang-undang di luar KUHP yang memiliki ancaman pidana, seperti Undang-undang narkotika , Undang-undang Lingkungan Hidup, Undang-undang Keimigrasian, dan lain-lain, juga tindak pidana militer sebagaimana terdapat dalam KUHPM. Namun dengan ditetapkannya Ketetapan MPR RI Nomor: VII/MPR/2000, khususnya Pasal 3 ayat (4) huruf a, maka prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum akan diadili di Peradilan Umum.
Ketegasan bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi, Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga, tindakan tersebut bisa terjadi oleh siapa saja yang berumah tangga, baik pelaku tersebut berstatus militer, TNI, atau warga sipil biasa.
Berdasarkan pengalaman TNI dan semua angakatan militer memang terdidik dengan kekerasan, hal ini sangatlah berpengaruh besar terhadap seorang TNI atau militer untuk melakukan hal itu. Memang tidak ada kepastian hukum dalam hal peradilan untuk mengadili masalah ini, Telah kita kenal dalam ilmu hukum pidana sebuah pemabagian pidana sebagai berikut :
1. Pidana umum
Sebuah pidana yang berlaku umum sebagaimana yang telah diatar dalam KUHP, beserta semua perundang-undangan yang mengubah dan menambah KUHP itu sendiri.
2. Pidana khusus
Pidana yang tidak diatau dalam pidana umum (KUHP), atau perundang-udangan yang berada diluar KUHP yang bersaksi pidana, beserta perundang-undangan yang mengubah dan menambahnya.
Dari pembagian tindak pidana diatas dapat diketahui bahwa tindak pidana KDRT ini merupakan tindak pidana khusus yang dilakukan oleh anggota jajaran militer dan mempuanyai undang-udang tersendiri. begitu juga dengan kekerasan dalam rumah tangga KDRT yang bertujuan untuk melindungi rumah tangga dalam menuju rumah tangga yang harmonis. Undang Undang KDRT menjelaskan dalam pasal 5 :
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual ; atau
d. Penelantaran rumah tangga.
Dalam hal ini peraturan yang mengatur dalam undang undang KDRT adalah dalam ruang lingkup rumah tangga sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 2 undang undang No 23 Tahun 2004. apabila tindak pidana KDRT ini dilakukan oleh seorang militer, hal ini merupakan tindak pidana campuran yang dilakukan seorang anggota militer.
BAB II
PEMBAHASAN
Rumah tangga seharusnya adalah tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Akan tetapi, pada kenyataannya justru banyak rumah tangga menjadi tempat penderitaan dan penyiksaan karena telah terjadi tindak kekerasan. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) menurut Pasal 1 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), sebenarnya adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Hal ini berarti rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang aman bagi para anggotanya karena keluarga di bangun oleh suami istri atas dasar ikatan lahir batin diantara keduanya. Bahkan suami dan istri mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup di dalam masyarakat serta berhak untuk melakukan perbuatan hukum (Pasal 31 UndangUndang Perkawinan).
Adapun penyebab kekerasan dalam rumah tangga dapat diidentifikasi karena faktor gender dan patriarki, relasi kuasa yang timpang, dan role modelling (perilaku hasil meniru). Gender dan patriarki akan menimbulkan relasi kuasa yang tidak setara karena lakilaki dianggap lebih utama daripada perempuan berakibat pada kedudukan suami pun dianggap mempunyai kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya termasuk istri dan anakanaknya. Anggapan bahwa istri milik suami dan seorang suami mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi daripada anggota keluarga yang lain menjadikan lakilakiberpeluang melakukan kekerasan. Kekerasan yang sering dilakukan di dalam rumah tangga baik itu di lingkungan keluarga TNI maupun bukan dilingkungan keluarga TNI (warga sipil) akan berpengaruh pada anakanak mereka kelak nantinya. Karena sifat anak yang biasanya suka meniru segala sesuatu yang dilakukan oleh orangorang terdekatnya, dalam hal ini ayah dan ibunya. Kekerasan yang sering dilakukan oleh sang ayah dianggap sebagai suatu kewajaran bagi anak mereka. Sehingga anak (lakilaki) yang tumbuh dalam lingkungan ayahnya yang suka memukul ibunya, akan cenderung meniru pola yang sama ketika ia sudah memiliki pasangan (istri) kelak
          Melihat dari pelatihan dan pendidikan yang diberikan kepada seorang militer atau kepada beberapa calon militer semuanya tidak lepas dari kekerasan, pendidikan kekerasan yang diberikan didalam kemiliterannya dapat berpengaruh besar terhadap seorang militer untuk melakukan kekerasan.
Oleh sebab itu tindak pidana KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) akan dapat mudah dilakukan oleh seorang militer, dalam ini tidak ada ketetapan dan penegasan hukum dari pemerintah yang mengatur tentang tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh anggota militer. Lain halnya dengan seorang militer yang melakukan tindak pidana umum dan tindak pidana militer semua itu telah diatur tersendiri, dalam undang-udang No. 31 tahun 1997 juga mengatur tentang hal ini.
Permasalahan dalam hal ini tidak adanya ketegasan dari pemerintah dalam menindak lanjuti tindak pidana KDRT yang dilakukan anggota milier sehingga tidak ada kapastian hukum untuk megadilinya, apakah tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh anggota militer akan diadili dengan undang udang KUHPM atau akan di proses dalam peradilan umum KUHP, apa mungkin ditindak lanjuti dengan undang undang kdrt itu sendiri Undang-Undang No. 23 Tahun 2004.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan saran
A.   kesimpulan
Seorang anggota militer yang melanggar undang undang no. 23 tahun 2004 atau tindak pidana KDRT memang tidak ada kepastian hukum yang mengaturnya, baik dalam tindak pidana umum KUHP maupun KUHPM itu sendiri. Dalam undang undang no. 23 tahun 2004 yang mana undang undang tersebut yang mengatur tentang penghapusan KDRT tidak mengatur apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh seorang anggota militer, sebagaimana yang dilaskan pada pasal 1 ayat (4) ;
Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga, social, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Dalam penjelasan pasal diatas sudah jelas tidak ada kejelasan bahwa yang melakukan adalah seorang anggota militer, yang ada hanyalah anggota keluarga, advokat, lembaga, sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, jadi seandainya tindak pidana ini dilakukan oleh seorang militer tidak ada hukuman baginya, karna undang-undang no. 23 tahun 2004 tidak melarang seorang militer untuk melakukan hal itu.
Bertolak belakang dengan undang undang pasal 27 Ayat (1) UUD RI tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara memiliki status yang sama dalam dihadapan hukum, tidak satupun boleh dibeda-bedakan dan tidak boleh ada pengecualian, oleh karena itu dalam tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh anggota militer tidak ada kejelasan dan tidak ada kepastian hukum dalam pemerintah.
Bisa saja dikatakan apabila seorang anggota militer yang melakukan tidak pidana kekerasan dalam rumah tangga tidak tidak dapat di pidana kalau memang hal ini tidak diatur denga jelas. oleh karena telah ada peraturan pemerintah yang mengetur tentang KDRT dan karena untuk kesejahteraan dan keamanan rumah tangga maka anggota militer tidak boleh tidak harus diadili dengan Undang Undang No. 23 Tahun 2004, dengan hukuman yang telah dijelaskan dalam undang undang tersebut, baik berupa sanksi administrative, mutasi hukuman sel, dll.
Tetapi dalam hal ini harus sekiranya pemerintah memberikan kepastian hokum, terkait dengan pelanggaran hokum dan mekanisme peradilan yang telah dilakukan oleh anggota jajaran TNI angkatan laut (marinir) POMAL Lantamal III, dan semuanya yang berstatus militer. Serta harus pula menegaskan adanya pemisahan proses hokum tindak pidana, terumatama dalam KDRT ini mengingat banyaknya kasus tindak pidana KDRT dan tindak pidana lainnya seperti tindak pidana perempuan yang penyelesaiannya tidak jelas dan terbuka.
B.   Saran
Permasalahan dalam hal ini HARUS adanya ketegasan dari pemerintah dalam menindak lanjuti tindak pidana KDRT yang dilakukan anggota milier sehingga tidak ada kapastian hukum untuk megadilinya, apakah tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh anggota militer akan diadili dengan undang udang KUHPM atau akan di proses dalam peradilan umum KUHP, mungkin ditindak lanjuti dengan undang undang kdrt itu sendiri Undang-Undang No. 23 Tahun 2004.











DAFTAR PUSTAKA
4.     Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Bandung; CV. Mandar Maju, 2006)

0 komentar:


Posting Komentar

IKLAN BARIS GAMBAR

iklan tengah


AGOTAX

iklan

PASANG IKLAN DISINI
PASANG IKLAN DISI MASIH KOSONG

kode backlink vajar agotax blogspot

vajar agotax blogspot

pagerank

vajar agotax blogspot Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net SEO Stats powered by MyPagerank.Net http://www.freesearchenginesubmission.infopour les details cliquez ici

alexa